Home » Perjanjian Baru » Keras Kepalalah Seperti Bartimeus!

Keras Kepalalah Seperti Bartimeus!

Setelah lebih dari tiga tahun tidak mengupdate blog ini, saya putuskan untuk memulai lagi. Karena tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini – sebagai konsekuensi logis dari iman bahwa Tuhan campur tangan dalam hidup saya – maka blogger workshop beberapa hari yang lalu di sekolah tempat saya bekerja adalah sebuah pengingat dari Tuhan. Ayo, jangan diam. Bukankah menulis juga melayani?

Saya agak kaget melihat statistik pengunjung blog yang telah tiga tahun lebih saya telantarkan. Sepanjang tahun 2015, sampai saat saya menulis ini, ada 11,498 views dan 8,375 visitors. Wow! Bagi saya itu adalah jumlah yang wow! mengingat hanya ada 13 postingan di blog ini dengan beberapa postingan yang kurang lengkap. Saya tak percaya. Blog ini tidak pernah saya kelola dengan serius selama tiga tahun lebih!

Bukan kebetulan juga, enam hari yang lalu saya diminta untuk memimpin Ibadat Sabda dan sekaligus memberi homili di gereja stasi. Romo Paroki sedang berhalangan. Awalnya saya tidak melihat adanya hubungan antara blog dan tugas pelayanan Gereja ini, sampai saya menemukan bahwa bacaan Injil untuk minggu ini adalah kisah tentang Bartimeus, sang pengemis buta.

Berikut adalah perikop Injil Markus 10:46-52 tentang Yesus yang menyembuhkan Bartimues itu:

Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Dan ketika Yesus keluar dari Yerikho, bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong, ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku!” Lalu Yesus berhenti dan berkata: “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” Lalu ia menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus. Tanya Yesus kepadanya: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab orang buta itu: “Rabuni, supaya aku dapat melihat!” Lalu kata Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.

Ada tiga hal menarik dari kisah ini yang membujuk nalar dan rasa saya untuk berdiskusi:

(1) Ketika Bartimeus mendengar, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku!”

Keras kepala! Mungkin itu yang terbersit di kepala banyak orang di sekitar Yesus sewaktu peristiwa itu terjadi. Dapat kita bayangkan, di tengah kerumunan begitu banyak orang yang mengagumi dan mungkin berusaha untuk berada sedekat mungkin dengan Yesus, ada seorang buta – yang tentu saja bukan siapa-siapa – berteriak-teriak mencari perhatian Yesus. Dalam situasi itu, pasti ada banyak orang yang akan merespon teriakan Bartimeus. Dalam kasus ini, respon banyak orang adalah menegornya supaya ia diam. Bisa jadi, alasan dari respon itu adalah karena mereka menganggap mereka lebih layak mendapat perhatian Yesus, atau, Yesus terlalu besar untuk menanggapi perkara kecil sekelas Bartimeus.

Di saat banyak orang bisa saja menyerah jika mengalami situasi seperti itu, Bartimeus bergeming kokoh! Dia tidak peduli! Dia bahkan berteriak semakin keras! Dapat kita bayangkan, mungkin respon dari orang-orang yang menegornya pun akan semakin keras. Tapi Bartimeus adalah Bartimeus. Dia tetap melakukan apa yang diyakininya benar dan akan membawanya kepada Yesus, Sang Penyembuh. Dan lihat hasilnya, Tuhan Yesus mendengarkan seruannya, menyapanya dan menjamahnya!

Prinsip Bartimeus inilah yang membuat saya percaya bahwa ada hubungan yang jelas antara peristiwa ‘blog’ dan tugas pelayanan gereja: Tuhan menyuruh saya belajar dari Bartimeus. Di saat ada banyak situasi dan kondisi yang “menegor” saya supaya saya “diam”, berhenti menulis dan berbagi ilmu di blog ini (melayani Tuhan), saya benar-benar diam. Saya tidak sekuat Bartimeus. Saya tidak berhasil menemukan kekuatan untuk bertahan. Saya lupa bahwa tujuan untuk tetap “berteriak” adalah mendapatkan jamahan Tuhan.

Dalam hidup, akan ada begitu banyak tegoran untuk diam. Ketika kita melupakan alasan untuk berteriak, kita akan diam. Saat itulah kita lengah, kalah dan tak terjamah!

(2)  Lalu Bartimues menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus.

Bartimeus menanggalkan jubahnya? Wow! Bagaimana mungkin seorang buta menanggalkan jubahnya?! Bukankah jubah itu, bagi orang buta di zamannya, adalah hal yang paling berharga? Jubah itulah yang menghangatkan tubuhnya; jubah itulah yang melindunginya dari panas dan angin malam; jubah itulah yang membuat orang-orang yang mengasihaninya mudah untuk mengenalinya. Mudah disimpulkan bahwa jubah itu adalah sarana bertahan hidup dan sekaligus identitasnya. Mengapa harus dilepaskan?

Saya percaya bahwa Bartimeus adalah seorang yang sangat menghormati dan percaya pada Yesus. Saking hormat dan percayanya, dia ingin terlihat sangat sederhana, apa adanya, tanpa jubah, dan rapuh! Bartimeus datang kepada Yesus setelah menanggalkan identitasnya, menanggalkan “siapa dirinya” menurutnya dan menurut orang-orang yang mengenalnya. Ia datang pada Yesus dengan memperlihatkan ketergantungannya karena ia sendiri telah melepaskan sarana bertahan hidup yang selama ini dikenakannya. Ia menunjukkan kerapuhannya tanpa malu karena ia tahu, Tuhan yang akan menguatkannya.

Jika ingin merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup kita, bukankah kerendahan hati seperti itu yang kita butuhkan? Seperti kata Santo Paulus, dalam kelemahanlah kuasa Kristus menjadi sempurna dalam diri kita. Bartimeus tidak punya rencana cadangan (back up plan) terhadap kemungkin bagaimana jika Yesus tidak menyembuhkannya. Ketika dia percaya, Tuhan mengubah hidupnya!

(3) Lalu kata Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!

Sabda Tuhan Yesus kepada Bartimeus itu adalah rangkuman dari permenungan ini. Dengan tegas dan sangat mudah kita simpulkan: Iman pada Tuhanlah yang menyelamatkan. Tentu saja iman itu tak pernah berjalan sendiri jika tak mau pincang. Ia butuh perbuatan sebagai pembuktian dan kesungguhan. Iman adalah inspirasi untuk berperilaku kristiani.

Iman telah mengubah hidup Bartimeus. Iman telah menginspirasinya untuk tidak menyerah di saat semua orang tampak menentangnya, rendah hati, dan memasrahkan hidup seutuhnya pada Tuhan yang menyelamatkan. Saya percaya, kita juga diundang untuk memberi diri pada inspirasi iman yang Tuhan telah taburkan dalam hati kita.

Semoga iman kita menyelamatkan kita!

 

Sumbawa Barat, 24 Okotber 2015

Antonius Andy H

Leave a comment